Senin, 05 April 2010

SEJARAH PERJALANAN DAN PERKEMBANGAN ORANG CINA DI BUMI BORNEO – 1

Posted by on Feb 9th, 2010 and filed under PENGETAHUAN, SEJARAH. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

Cina Di Bumi Borneo DayakOleh : Yohansen

Sejarah perjalanan dan perkembangan orang Cina di Bumi Borneo di mulai pada Adad ke-III/IV, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk perdagangan Route pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulaunya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim.

Abad ke-VII, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi keberadaan mereka belum menetap sepenuhnya, namun perlahan tapi pasti imigran orang China dari Tiongkok berdatangan juga. Kedatangan Orang Cina di Kalimantan Barat membawa tradisi dan kebudayaan mereka. Dan tetap mempertahankan dan memelihara tradisi negeri leluhurnya (Tiongkok)

tidak seperti Comombus pada tahun 1492 saat menemukan Benua Amerika langsung di ikuti imigran besar-besaran dari Eropah. Mereka memutuskan hubungan dengan tempat kelahirannya dan menjadi warga Amerika. Imigran besar-besaran dimulai di Sambas dan Mempawah, mengorganisir diri dalam lingkungan sosial politik berbentuk Kongsi yang berpusat di Mentrado dan Budok.

Abad ke-XI dan XII, kedatangan Bangsa Melayu dari Johor dan tempat-tempat lain di Malaya ke Sambas dan Mempawah, meluas ke Tayan, Meliau, Sanggau, Sintang, Silat, Selimbau, Piasa, Suhaid, Jongkong dan Bunut.

Abad ke XII/XIV, Kalimantan Barat kedatangan dari Hindu-Jawa di bawah pimpinan kekuasaan Majapahit di Sukadana, Landak dan Nanga Pinoh.

Tahun 1292, pasukan Kubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi, dan Khau Hsing dalam perjalanannya untuk menghukum Karta Negara, singgah di pulau Karimata, pulau yang terletak di depan pelabuhan Tanjungpura (Kalimantan) yang termasuk di dalam jaringan lalu lintas route pelayaran dari kontingen Asia ke Selatan (Nan Yang), melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat. Namun pasukan Tar-tar dari Jawa ini mengalami kekalahan total, kalah siasat dan strategi dari pemuda ulung Raden Wijaya, karena takut mendapatkan hukuman dari Khubilai Khan, melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat

Tahun1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi-Chinese Community. Sebelumnya telah dibentuk di Kukang (Palembang) untuk yang pertama di kwepulauan Indonesia. Semelumnya Islam/Hanafi, Armada Tiongkok (Dinasty Ming) merebut Kukang, yang sudah turun temurun menjadi sarang perampok dari orang-orang Cina Hokkian yang bukan muslim.

Tahun 1463, laksamana Cheng Ho seorang Hui dari Junan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dari dinasty Ming) selama tujuh kali memimpin exspedisi pelayaran ke Nag Yang, di antara anak buahnya ada yang menetap di Kalimantan Barat. Yang bermaksud untuk menguasainya. Mengingat kesulitan pelayaran pada waktu itu anak buah yang mdengikuti Cheng Ho ini semuanya adalah pria. Perkawinan mereka dengan penduduk setempat menjadikan mereka membaur dan penduduk asli dan Agama Islam yang di bawanya menjadi agama penduduk. (Laksamana Cheng Ho adalah seorang Cina yang beragama Islam).

Tahun 1690, V.O.C. Mengadakan hubungan dagang dan menanamkan pengaruhnya di Kerajaan Sambas, yang masih di bawah daulat Kerajaan Johor. Terjadilah perselisihan antara Rakyat kerajaan Sambas dangan V.O.C. Pablik-pabrik yang didirikan oleh V.O.C dibakar dan semua penduduk bangsa Belanda di bunuh oleh masyarakat setempat.

Tahun 1612, V.O.C melakukan pembalasan terhadap Kerajaan Sambas serta rakyatnya dengan membakar sebuah kampung. Pada abad ke-17 ini hidjrahnya Bangsa Cina ke Kalimantan Barat menempuh dua route. Melalui Indocina terus ke Malaya dan menyebar ke pantai Sumatra Timur, kepulauan Bangka-Belitung serta pantai Kalbar, terutam Sambas dan Mempawah. Route lain, mereka melalui Borneo Utara terus ke daerah Paloh dan Sambas kemudian ke pedalaman Sambas dan Mempawah Hulu, guna mendapatkan dan pengalihan tambang-tambang emas.

Tahun 1745, didatangkan secara besar-besaran orang-orang Cina untuk kepentingan perkongsian, karena Sulatan Sambas dan Penembahan Mempawah mengunakan tenaga-tenaga orang Cina sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Rombngan yang datang ke daerah ini membentuk “Kongsi” yang mula-mula tujuannya mencari emas. Dua buah pusat gabungan kongsinya. Satu di Mentrado (Kab.Sambas) dan Mandor (Kab.Landak)

kedatangan mereka di daerah kab. Smbas membentuk kongsi-kongsinya seperti “Taikong” (parit besar) “Samto Kiaw” (tiga jembatan) dan lain-lainnya, yang Sjum (sama selamat).

Tahun 1770, kerajaan Sambas yang dipimpin oleh Sultan Tadjudin I. Orang-orang Cina perkongsian yang berpusat di Mentrado dan Budok, setelah mereka merasa kuat, mulai berani menentang kekuasaan Kepala-Kepal suku Dayak.

Terjadilah peperangan dengan orang-orang Dayak di kedua daerah tersebut dan berhasil membunuh Kepala Suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan mengambil keputusan dengan menetapkan orang-orang cina di daerah tersebut, dan hanya tunduk kepada Sultan dan Kepada Cina perkongsiannya di kenakan upeti tiap bulannya.

Kepala Cina-Cina perkongsian diberkan kekuasaan mengatur daerah mereka seperti :
1. kekuasaan pemerintahan
2. pengadilan
3. kepolisian
4. dan sebagainya

sejak saat itu timbullah yang disebut Republik kecil dalam bentuk kongsi-kongsi dengan berpusat di Mentrado, dan orang-orang Dayak dalam daerahnya berada di bawah kekuasaan atau pemerintahan perkongsian Cina. Akhirnya orang-orang Dayak yang merupakan penduduk asli memilih pindah ke daerah yang aman dari orang Cina.

Pada tanggal 28 Oktober 1771, kota Pontianak didirikan, mengakibatkan perkembangan operdagangan yang cepat sekali. Perhubungan ke pelabuhan Sambas, Pemangkat, Selakau, Sebakau, Singkawang, Sei Pinyuh, Sei Purun dan Peniti. Penghidupan kongsi-kongsi berkembang terus dengan masuknya Imigran dari Tiongkok, karena banyak terdapat emas, intan, perak dan kesuburan tanahnya.

Tahun 1772, datanglah seorang yang bernama Lo Fong (Pak) dari Tiongkok, asal kampung Shak Shan Po, Kab. Kuyinchu, Propinsi Kanton (Noyan) dengan membawa seratus orang keluarganya, mendarat di kampung siantan Pontianak. Sebelumnya di kota pontianak sudah ada Kongsi TSZU SJIN dari suku Tio Tjiu dan memandang Lo Fong sebagai orang penting.

Sebelumnya di Mandor telah didiami oleh orang-orang dari Tio Tjui terutama dari TIOYO dan KITYO dengan tambang-tambang emas. Begitu juga tidak kurang dari 10 mil di sebelah hulu Mandor terdapat Mao-en, sentus-tangan, Kunyit, Lingkong. Senanam dan lain-lain tempat pekerja-pekerja mas asal dari daerah yang sama. Daerah Mimbong dan sekitarnya telah banyak pula tinggal pekerja-pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang yang bernama Liu Siong yang tinggal dengan lebih lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana dan merupakan pemusatan yang paling kuat dan makmur.

Disebelah hilir beberapa mil jauhnya terletak San sim yang berarti “Tengah-tengah pegunungan”, pekerja-pekerja mas disana adalah dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.

Tai-Ko Long Fong berangkat menuju mandor melalui jalan masuk sungai Peniti terus kehulu sampai kesebuah tempat yang di sebut Lo Sin Kong, san Sin dan terus ke Mandor. Mandor bertambah maju dan menjadi pusat perdagangan, dari berbagai wilayah datangan menyatakan dirinya tunduk dan bernaung di bawah panji-panji kekuasaan Lo Fong. Oleh Lo Fong dibangun rumah-rumah penginapan untuk rakyat serta sebuah majelis umum (Thong) serta pasar atau took.

Untuk menyaingi Mandor, Moe-yen dengan pasarnya sebanyak dua ratus dua puluh pintu yang terpisah 200 pintu (pasar lama) didiami oleh orang Cina yang berasal dari Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung, Liuk Fung, dibawah kekuasaan Ung Kui Peh sebagai Tai-Ko, sedangkan 20 pintu (pasar baru) didiami oleh orang-orang Cina yang berasal dari Kia Yin Tju. Dan mengangkat Kong Mew Pak sebagai Tai-Ko (pemimpin besar) untuk keamanan dar pertahanan mereka mendirikan sebuah benteng “Lan Fo” artinya Anggrek Persatuan dan mengangkat empat orang pembantunya dengan nama Lo-Man.

Tai-Ko Lo Fong merasa iri hati melihat kemajuan Mao Yien itu dan bermaksud akan menaklukan daerah itu. Pemerintahan Liu Thoi Ni seorang kepercayaannya, dating kedua pimpinan yag menguasai daerah itu dengan membawa surat rahasia untuk diserahkan kepada Ung Kui Peh dan Kong New Pak tanpa pertumpahan darah kedua pemimpin itu menyerahkan dan mengabungkan diri di bawah kekuasaan Tai-Ko Lo Fong. Dengan demikian jatuhlah ke tangan Tai-Ko Lo Fong tberturut-turut kampong Kunyit, Liongkong, Senanam dan lain-lain, terkecuali daerah Min Bong (Benuang) di bawah pimpinan Tai-Ko Kon siong. Kekuatan Tai-Ko Liu Kon Siong di Min Bong dapat dihancurkan oleh Tai-Ko Lo Fong dan pertempuran meluas sampai ke San King (hulu Toho) yang sekarang di sebut Air Mati. Tai-Ko Liu ong siong terbunuh dan seluruh pertambangan atau parit mas dikuasai oleh Tai-Ko Lo Fong, termasuk tambang perak kepunyaan Pengeran Sita dari Ngabang. Daerah yang dikuasai oleh Tai-Ko Lo Fong meliputi Mempawah, Pontianak, dan Landak.

Tahun 1777, berdirilah Republik Lan Fong di bawah kekuasaan tertinggi Tai-Ko Lo Fong, di Mandor.

(* a. Kekuasaan tertinggi disebut “Tai-Ko” artinya Abang yang paling besar.
b. Dibawah Tai-Ko adalah Nji-Ko. Artinya Abang Kedua (sama dengan Bupati)
c. dibawah Nji-Ko adalah Kaptai. Artinya Kapten Besar. (setingkat dengan wedana) dibantu
oleh Kap Tjong
d. Dibawah Kaptai adalah Lo Tai, setingkat dengan Kepala Kampung.

Tahun 1795, Tai-Ko Lo Fong meninggal dunia di Mandor. Dimakamkan di bukit sak Dja. Mandor sisebut oleh orang Cina Toeng Ban Lit, artinya Daerah Timur yang mempunyai 10.000 undang-undang. Dengan meninggalnya pemimpin tertinggi Republik Lan Fong ini, cita-cita mendirikan sebuah kerajaan Cina di Luar tembok Negara Leluhurnya yang bernaung di bawah dynasty kekaisaran tidak berhasil. Tetapi sempat mengirim tiap tahun upeti kepada kaisar, bukan kepada Sultan atau Penembahan Pontianak atau Mempawah.

Bersambung…..

Sumber : Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Kalimantan Barat (1975)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar